Pesta Bakmi Tirta Lie Festival 2017 (part 2)

Kembali melanjutkan cerita mengenai festival bakmi ini. Setelah sebelumnya kami mengunjungi saat hari pertama, kami kembali mengunjungi di hari ketiga Festival. Kali ini bersama dengan oma dan opa. Incaran kami hari ini adalah Bakmi Bakar Bodud'z, mie Benteng, dan Cliff Noodl Bar. Oma dan opa memesan bakmi Terang Bulan dan Bakmi Afung. Dari lima bakmi ini, yang antrinya paling panjang adalah bakmi bakar. Padahal saat kami datang masih pukul 17.00. 
Antrian yang panjang demi Bakmi Bakar Bodud'z.
Untuk Bakmi Afung dan Bakmi Terang Bulan menurut oma dan opa enak, apalagi oma memesan mi cukiok di Bakmi Afung. Cukiok adalah kaki babi. Untuk memasak ini agak repot. Berhubung saya geli melihat kakinya, maka saya tidak berminat mencoba. Bakmi Afung ini biasanya berjualan di Grogol. Sedang Bakmi Terang Bulan yang biasanya berjualan di Taman Palem ini memang enak. Bakmi asal Palembang ini menurut opa sangat enak.

Bagaimana dengan Bakmi Bakar yang antrinya top markotop? Ternyata rasanya tidak seenak yang kami bayangkan. Memang bakminya ada bau daun yang khas, tetapi bagi kami rasanya tidak sehebat antriannya. Namun bakmi yang biasanya ada di Jelambar ini patut diacungi jempol karena dapat membuat inovasi dalam dunia perbakmian.
Bakmi Bakar Bodud'z
Cliff Noodl Bar merupakan bakmi Siantar yang berjualan di daerah PIK. Antrinya sih lumayan, tidak sepanjang bakmi Bakar, namun rasanya enak dan non msg. Belum lagi pilihan bakminya warna-warni. Ada yang menggunakan sayur hijau, talas, dan juga arang bambu Jepang. Mie ini jadi favorit anak-anak.
Bakmi original Cliff Noodl Bar
Bakmi Benteng yang kami icipi terasa biasa-biasa saja. Kami memilih mi lebar, tetapi sayangnya mi lebar tersebut terlalu agak kelembekan. Topingnya lumayan bervariasi. Dari semua bakmi yang kami pesan, bakmi Benteng termasuk yang lumayan mahal, yaitu 45 ribu rupiah.
Bakmi Benteng.
Saran kami, melihat susahnya mencari tempat duduk di sana, bisa juga kita beli bakmi di situ, lalu makan di food court atau pasar MOI. Supaya tidak merasa bersalah, ya paling beli minumnya di pasar MOI atau food court lantai dua. 
Hiburan setelah makan, buat papercraft dari paper replika yang ada di GIK.

Kami kira perburuan mie kami sudah berakhir di hari ketiga, karena di hari terakhir festival kami sudah mempunyai agenda dadakan untuk hadir ke acara ulang tahun. Tiba-tiba karena ada rapat mendadak yang harus diikuti dan selesainya sudah siang sekali, kami tidak mungkin mengikuti acara ulang tahun tersebut. Dan berhubung teman-teman ternyata menunggu kami, dan anak-anak kepengen pergi bareng teman-temannya setelah gagal ke acara sebelumnya, akhirnya kami pun kembali ke MOI.
Sir Babi Ol Pok. Sumber foto: makocoh.
Seperti yang diperkirakan, wilayah sekitar MOI macet dan antrian masuk pun susah. Luar biasa memang festival bakmi ini. Teman-teman lain yang sudah sampai sibuk memposting foto mereka dan antrian yang panjang. Salah satu teman kami, Mr. Bamz, bahkan rela antri 1 jam demi bakmi portugal Kedai Tang. Akhirnya kami berhasil mendapatkan parkir dan bergegas menuju lantai 2. Saat kami tiba, teman-teman yang sibuk memposting foto sudah pulang =D
Mie Kedai tang yang antrinya luar biasa. Sumber foto: Mr. Bamz
Apakah mie yang kami nikmati hari ini? Untuk membuka mata saya yang sudah mulai 5 watt, saya memesan mi sambal matah di Mee Macau. Mee Macau ini berbeda dengan mie yang ada di Macau. Mie yang terkenal dengan mi pedasnya ini mempunyai lokasi jualan di ruko Artha Gading. Supaya anak-anak dapat menyicipi, saya meminta sambal matahnya dipisah. Mie yang ada disajikan dalam wadah kertas yang dapat langsung dibuang. Awalnya saya kira hanya selama festival saja, namun ternyata memang demikian cara mereka berjualan. Bagaimana dengan rasanya? Tekstur dari Mee Macau agak lembek, namun toppingnya cukup enak dan garing. Mie halal satu ini memberikan toping suiran ayam dan ayam goreng tepung yang sangat garing. Sambal matahnya pun pedas dan enak. Mata saya yang sudah 5 watt pun terbuka.
Mie sambal matah, sesudah dan sebelum diberi sambal matah.
Kali ini kami juga memesan mie Rama Jember. Mie yang jualan di jalan Kartini ini merupakan cabang dari mie Jember. Di sana mie ini sudah ada sejak tahun 1969. Antrian memang tidak nampak di counter ini, namun si papa penasaran dengan mie tempat mertunya berasal. Kali ini kami memesan mie pangsit. Selain mie pangsit, mereka juga menjual bakso goreng, bakso kuah, dan mie komplit. Semuanya tampak menggiurkan. Mie Rama Jember memiliki tekstur mie yang pas, tidak keras dan tidak lembek. Topping daging cincang ayam dan babinya pun enak. Biasanya saya tidak begitu suka makan pangsit kuah karena isinya hanya tepung. Namun pangsit dari mie Rama ini terasa dagingnya. Awalnya kami pikir tidak mungkin habis karena kami lebih merasa ngantuk daripada lapar, tetapi karena kelezatan mie-nya, anak-anak doyan sekali mie yang ini, mie Rama kami habis ludes.
Mie Rama Jember
Bakmi manakah yang menjadi juara selama festival ini? Hmm... Agak susah untuk menjawabnya, karena kami penggemar bakmi. Bagi penggemar topping, bakmi sinar khek memberikan topping yang banyak dan enak. Bagi yang suka bakmi warna-warni, Cliff Noodl Bar mempunyai pilihan warna yang bermacam-macam. Bagi yang suka bakmi tanpa kecap manis dan daging cincang, mie Rama Jember patut dicoba :)





No comments