Wisata Sabang: Menyelami bawah laut Pulau Rubiah
Selama berada di Sabang, kami menginap di Iboih Inn, sebuah penginapan mungil di kawasan Pantai Iboih. Penginapan ini cukup populer di kalangan wisatawan yang pernah ke Sabang, terutama bagi pecinta snorkeling atau diving sekalipun karena penginapan ini memiliki dermaga pribadi. Jadi kita bisa langsung nyemplung dari depan penginapan. Tarif menginap di Iboih Inn mulai dari Rp 200.000 per malam, tergantung posisi kamar dan fasilitasnya. Kamar dengan AC dan menghadap laut tarifnya lebih tinggi.
Tak seperti di Banda Aceh, Sabang memiliki peraturan yang lebih longgar dalam hal berpakaian, khususnya bagi perempuan. Setidaknya itu yang saya lihat di sekitar penginapan ini, para tamu banyak yang lalu lalang memakai celana pendek.
Hari ini agenda utama kami yaitu snorkeling. Karena tidak membawa peralatan sendiri, kami menyewa fin, masker, dan pelampung dengan biaya Rp 45.000 per hari. Karena kamera yang kami bawa tidak untuk pemakaian di bawah air, kami terpaksa menyewa dengan biaya Rp 95.000 per tiga jam. Berhubung kami bertiga baru pertama kali snorkeling di sini, kami juga minta ditemani pemandu.Untuk itu kami dikenakan biaya sebesar Rp 150.000. Setelah siap dengan seluruh peralatan snorkeling, kami diantar ke Pulau Rubiah yang berada tepat di seberang penginapan. Tidak jauh, jaraknya mungkin hanya sekitar 500 meter. Tidak sampai lima menit, kami sudah sampai di Pulau Rubiah dan disambut sang pemandu.
�Kalian duduk santai dulu saja, saya mau nyiapin makanan ikan.� ujar Bang Darwin, pemandu asli Aceh yang sehari-harinya juga membuka warung makanan di area Taman Laut Rubiah ini. Tak lama, ia keluar membawa mie instan rebus tanpa bumbu yang dimasukkan ke dalam plastik. Setelah briefing, kami mulai di perairan dangkal dulu yang dekat pantai. Setelah dirasa lihai, kami dibawa lebih ke tengah, di mana lebih banyak terdapat kawanan ikan dan karang.
Tampaknya hari itu kondisi air tidak terlalu jernih. Udara juga sedikit mendung. Hasilnya, beberapa foto tampak keruh dan kurang jelas. Namun kami tidak peduli, kami asyik berenang dan menikmati pemandangan bawah laut yang ada.
Begitu kami mengeluarkan mie instan yang dibawa tadi, ikan-ikan langsung mengerubungi! Waaah.. rasanya campur aduk, antara excited dan geli dikerumuni ikan dalam jumlah banyak.
Beragam jenis ikan yang kami jumpai, termasuk bintang laut dalam berbagai warna dan bulu babi. Ughh! Entah berapa kali saya kemasukan air karena panik saat melihat bulu babi. Untungnya Bang Darwin selalu sigap dan menarik pelampung saya.
Selain ikan-ikan lucu, banyak benda-benda lain yang terdapat di dasar lautan, misalnya batu bata yang sengaja disusun membentuk kalimat �Rubiah Diving� atau sepeda motor yang sengaja ditenggelamkan agar menjadi rumah baru bagi ikan-ikan.
Setelah snorkeling selama satu jam lebih, kami kembali ke pantai untuk istirahat makan siang. Suasana di Pulau Rubiah saat itu sepi. Selain kami, hanya ada satu kelompok wisatawan Korea yang asyik snorkeling di dekat pantai.
�Sekarang sepi. Mungkin weekend ini baru ramai karena Senin libur.� kata Bang Darwin tanpa kami tanya. �Kalau lagi ramai saya lebih pilih jualan. Lebih banyak pemasukannya daripada (memandu) snorkeling.�
Setelah tiga piring mie rebus tandas dilahap, kami lanjut snorkeling. Kali ini Bang Darwin mengajak ke tempat yang lebih jauh lagi untuk bertemu ikan badut atau yang lebih dikenal dengan nama Nemo. Kami yang jarang melaut ini girang bisa melihat ikan oranye bergaris putih tersebut secara langsung.
Ikan-ikan badut terlihat bersembuyi di antara helai-helai anemon. Bang Darwin menyarankan kami untuk mengibaskan tangan di atas anemon supaya para Nemo terlihat. Sarannya berhasil! Saya, Intan, dan Nabila sukses membawa pulang foto bersama para Nemo.
Tidak terasa kami sudah berada di dalam air selama hampir tiga jam. Untungnya cuaca saat itu sedang bersahabat, tidak terlalu panas ataupun hujan. Lokasi Rubiah yang berada di teluk pun mendukung, sehingga air laut cenderung tenang tidak bergelombang.
Di perjalanan pulang, Bang Darwin menantang kami untuk melepas pelampung dan berenang sepenuhnya hanya dengan fin dan masker. Awalnya kami panik karena tidak biasa berenang di laut tanpa pengaman. Namun akhirnya saya dan Intan menerima tantangan tersebut. Hasilnya lumayan lah, tidak mengecewakan. Meskipun beberapa kali sempat berhenti dan mencari pegangan, kami sukses mencapai pantai tanpa pelampung.
Rasa lelah langsung menyergap begitu kami merebahkan diri di pantai. Capek, tapi tidak menolak kalau disuruh nyebur lagi! Hehe.. Tapi karena belum mandi dari pagi dan akan lanjut jalan-jalan lagi, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan, mandi, dan istirahat.
Di perjalanan pulang, kami ketawa-ketawa melihat hasil foto yang ada. Butuh usaha lebih untuk mendapatkan foto yang bagus. Artinya, mesti latihan menahan napas lebih lama. Saat itu kami berjanji untuk kembali lagi ke Sabang di lain waktu. Tentunya dengan persiapan dan waktu luang yang lebih panjang. Kami juga sempat bertanya-tanya, �Baru snorkeling saja pemandangan bawah lautnya sudah keliahatan indah, bagaimana kalau diving ya?� (wego).
Waahh, jadi kepingin nyebur lagi rasanya!
Post a Comment